![]() |
(Bappeda) Provinsi Banten, Hudaya Latuconsina |
SERANG – Gubernur Banten Rano Karno meminta agar sejumlah
program Pemprov Banten yang berpotensi menimbulkan masalah di akhir tahun
nanti, agar dihentikan. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten, Hudaya Latuconsina
saat ditemui di kantornya, Selasa (31/5).
Menurut Hudaya, hal
tersebut menjadi salah satu pembahasan yang dibahas dalam pertemuan Gubernur
Banten dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di kantornya hari ini. “Tidak ada istilah pemangkasan program. Arahannya
dari pimpinan (gubernur), mengoptimalisasi, mengefektifkan program, dengan
catatan hal-hal yang menghawatirkan menjadi kendala akhir tahun lebih baik
jangan dilaksanakan,” ujar Hudaya
kepada sejumlah awak media.
Hudaya melanjutkan, agar
benar-benar tidak menjadi masalah di akhir tahun, seperti halnya kasus
pembangunan MCK di Dinas Sumber Daya Air dan Pemukiman (DSDAP) Provinsi Banten
yang belum selesai hingga saat ini, Gubernur Rano tidak akan mentoleransi
program-program tersebut. Karena dinilai, tahun ini merupakan akhir masa jabatan
sebagai gubernur.
“Januari 2017
kan berakhir masanya, jadi Pak Gubernur tidak mau meninggalkan masalah,
semuanya selesai,” papar Hudaya.
Program yang dinilai
berpotensi bermasalah tersebut ada di sejumlah SKPD, khususnya yang memiliki
anggaran besar. Seperti Dinas SDAP, Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (DBMTR),
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), dan beberapa SKPD lain. Misalnya
rencana pembangunan asrama BLK yang nilainya Rp45 miliar, sedangkan proses
pembangunannya membutuhkan waktu pekerjaan delapan bulan. Itu berpotensi
menimbulkan masalah, karena sekarang masuk bulan keenam, sehingga
diperhitungkan pembangunan tidak akan selesai di tahun ini.
“Untuk
meyakinkan, ada perubahan cara kerja dengan dicicil strukturnya dulu senilai
Rp25 miliar, tapi Sekda lebih baik cut off (dihentikan) saja, jangan dilakukan,” katanya. Program lain, misalnya di Disnakertrans,
ada rencana pembangunan workshop under water welding dengan nilai proyek
sekitar Rp17 miliar, itu dipastikan gagal juga karena diperkirakan berpotensi
menimbulkan masalah.
“Masalah lain
di Sindang Heula, sudah dialokasikan Rp84 miliar, yang terserap diperkirakan
hanya Rp45 miliar, karena timbul masalah, masyarakatnya minta kenaikan harga.
Kemudian Lisdes (Listrik Masuk Desa) nilainya Rp35 miliar, masalah, karena
Permendagri 14 2016 yang telah melakukan perubahan, ternyata syarat penerima
listrik masuk desa, masyarakat miskin tapi berlembaga hukum, itu kan tidak
mungkin, masyarakat tidak ada yang berbadan hukum. Kemudian RTLH 300 unit kali
Rp60 juta,” ujar Hudaya.
0 komentar:
Post a Comment